Thursday, 4 October 2007

Tabrani : Antara Ultah dan Muntah

Oleh TABRANI RAB

Dulu ketika perang kemerdekaan disebut dengan orde transisi. Apa itu? Kata Soekarno “ kemerdekaan indonesia itu adalah jalan politik yang dicapai oleh republik ini”. Sesudah kemerdekaan didapat maka banyaklah yang menjadi pahlawan termasuk kawan saya Baki Adam yang dikebumikan di Kalibata. Saya hitung-hitung tidaklah banyak beda umur saya dengan Baki Adam. Tapi oleh karena republik ini mengelu-elukan pahlawan perang ntah berapa juta diangkat menjadi pahlawan. Ada yang mengatakan dia membunuh Belanda dengan senapan angin, ada yang mengatakan dia membunuh Belanda dengan ilmu gayung, maka lengkaplah sudah kemerdekaan itu dengan ratusan ribu pahlawan. Masing-masing membawa bintangnya, bekodak. Bukan itu saja, dapat tanah veteran dan berbagai objek termasuk menjual pasir untuk membangun gedung juang dan dibuatlah dua tang wajah di pintu masuknya. Hebatlah. Apa kata ayah saya yang memimpin pasukan perang Kubu dan Tanah Putih. “kan kewajiban, apa pula nak minta jasa?” maka nama ayah sayapun dicoret dari veteran. Tak jeleeeeee......apa pula kata Mak saya yang menjual candu dalam kaleng untuk ditukar dengan senjata “Tak jeleeeeeeeeee....”. orangpun banyak pun berbisik pada saya agar Mak dan Ayah saya jadi veteran. Sekali lagi saya katakan “Tak jele....”


Kenapa? Satu kali saya ke Pittesburg. Kota antara Berlin dan Moskwa. Sepuluh juta tentara di Pittesburg mati entah Jerman entah Rusia. Untuk memperingati ini dicacakkan lah sebuah batu ada secuil tulisan “disini dimakamkan sepuluh juta manusia”. Padahal ketika perang Napoleon Bonaparte memasuki Moskow di musim dingin sepatupun dimakan tentara itu. Karena Moskow kosong melompong, sebab mereka lari ke bukit-bukit Ukraina. Nasi tak ada maka sepatupun dimakan. Sisanya tentu mati. Begitu pula ketika Hitler menaklukkan Moskow penduduknya lari ke gunung-gunung, sekali lagi orang Jerman makan sepatu di Moskow. Saya terheran-heran ketika bintang perang dijual 10 sen kalo lengkap dengan topi tanda kehormatan jadi 50 sen, maka saya belilah lima kopiah dengan puluhan bintang untuk cucu saya. Maka cucu saya pun nampak gagah, kalo yang gemuk seperti Napoleon karena kumisnya belum tumbuh maka nampaklah seperti Hitler.

Nah, bagaimana di Indonesia? Sudah jelas-jelas pemerintah Republik Indonesia ditelegramkan kepada Syafruddin Prawiranegara di Bukit Tinggi dan lari dari Bukit Tinggi sampai ke Bangkinang menuju Taluk maka dikenallah Bangkinang sebagai ibukota Republik Indonesia. Orang Bangkinang sendiri tak tau do...persis seperti orang di Lenningrad. “ndak ambo tontu do Bangkinang tuh ibukota Republik Indonesia”

Nah, bagaimana zaman orde lama? Tahun 1949 diserahkan kedaulatan oleh Belanda kepada Republik Indonesia di Konfrensi Meja Bundar di Denhaag. Isinya republik ini dibagi menjadi negara kesatuan dan negara fedral. Oleh Sukarno kurang dari 3 bulan disapunya menjadi negara kesatuan sehingga Sultan Hamid II pun ditangkap di Pontianak. Dan Sultan Syarif Kasim terkebil-kebil matanya lari ke Aceh. Untung masih ada tanahnya di Simpang Tiga, digarap pula oleh pemerintah provinsi dengan tak dibayar alias dirampok. Dan begitulah nasih, akhirnya proyek ini berhenti sebab surat-suratnya sudah jelas kepada istri dan anak-anak tirinya. Sekalipun presiden sudah diserahkan oelh Sukarno kepada Syafruddin di Bukit Tinggi maka Suharto pun angkat tamerang dia berhasil mengalahkan Jogja 6 jam. Artinya inilah pertama kali militer tidak patuh pada pemerintah republik. Nasib republlik ini tidak bertambah baik ketika Sukarno sudah menjadi presiden, kerja Sukarno adalah KKN, kiri kanan nona alias pagar betis. Seolah-olah sejarah menukilkan era pertama kemerdekaan ini adalah pemberontakan Darul Islam Kartosuwiryo di Jawa Barat, Kahar Muzakar di Sulawesi Selatan dan tak ketinggalan pulah Daud Brueh di aceh membentuk Darul Islam dan Negara Islam Indonesia. Sebelumnya PKI pun bermain mata untuk menumbangkan republik ini menjadi komunis dibawah Musa. Maka tanpa tedeng aling aling Hatta membuat lautan api dan lautan darah di Madiun untuk menghancurkan pemberontakan PKI. Sisanya tentu saja Suharto mengulangi lagi sejarah dengan surat Supersemar. Entah dimana suratnya, konon dibawa oleh Jenderal Yusuf Amir Mahmud dan Basuki Rahmad . Surat itu berisi untuk mengamankan republik ini tapi Suharto menginterpretasikannya sebagai Presiden Republik Indonesia. Padahal arsitek untuk menghantam PKI ini telah diatur sedemikian rupa kata Latif yang datang ke rumah sakit ketika Tomi Suharto dilahirkan.

Menurut Winter diambilah duit dari Caltex sebesar satu miliar dollar atau sama dengan dua juta peci tentara Rusia dengan bintang-bintangnya. Kata Winter dalam bukunya arsiteknya adalah Ali Murtopo, duitnya adalah duit minyak Riau untuk mendudukkan Suharto disinggasana kekuasaan selama 32 tahun. Selama 32 tahun ini partai politik PDI dan PPP tumbuh di dalam pot keciiiiiiiiiiiil, sementara Golkar membangun beringin yang luar biasa. Kalo ada konfrensi wilayah Golkar maka yang menentukan untuk menjadi pimpinan Golkar bukannya Floor tapi one team yakni Gubernur, Danrem. Keitka diadakan konfensi partai ini di Hotel Indrapura maka Suripto pun bersama Danrem dan David Napitupulu menunjuk Firdaus sebagai ketua Golkar. Inilah yang disebut Demokrasi ala Golkar. Harmoko pun mengumumkan tiap minggu harga cabe, bawang putih bawang merah, kedelai dan keledai. Itulah pengumuman rapat kabinet. Padahal negara-negara lain begitu perang selesai, mulai merancang senjata nuklir dna membangunkan kembali ekonominya. Hanya dengan duit 11 milair dollar Eropa kembali dibangun dan tahun 1949 sudah ada doktor-doktor Austria dan Jerman di Taluk Kuantan dan di Bagan Siapiapi. Saya jumpa kembali dengan doktor ini di Wina namanya doktor Weedinger. Ketika saya di peluk hantu, Weedinger jam 3 malam datang ke rumah ayah saya yang seperti kandang kambing dan dia menyebut “ohhh....malaria”. lain lagi adik saya Saiful ketika kejang, dipanggil Nanagaus “ohh....polong”. ini hanya untuk menggambarkan bagiamana majunya barat dan presiden kita masih juga menyanyi bersama Rini Idol. Suaranya entah kemana musiknya entah kemana pokoknya laku. Bagaimana bunyi lagunya “hidup tiada mungkin, tanpa perjuangan, tanpa pengorbanan, mulia adanya. Berpegangan tangan, satu dalam jiwa, demi masa depan, Indonesia jaya...”

Bagaimana nasib rakyat? Sebagaimana dikutip oleh Kompas “Bangsa ini telah menjadi bangsa pemulung, penuh sampah-sampah yang dipikul.....kedua sakunya pun penuh bukan dengan duit tapi dengan sampah juga.” Pokoknya ada perpustakaan hebat, ada perpustkaan besar, ada kantor Gubernur besar, ada baleho gambar Gubernur dan Presiden bersama nyonya tak ketinggalan pula gambar beleho Walikota. Sementara Gubernur mengakui bahwa 46 % rakyat Riau ini kurang makan.

Apa renungan kita dalam 17 Agustus ini? Jumlah penduduk bertambah sampai 240 juta yang dapat dihasilkan republik ini TKW itupun banyak mati begelimpangan kalo tak di Singapur, di Malaysia atau di Arab Saudi yang menunggukan hukuman mati. Kompas pun memuat gambar-gambar jendral dengan begitu gagah. Para veteran 45 yang kopiahnya berharga 50 sen dua biji di Moskow. Lalu apa lagi sisanya betanding bodoh. Lari dalam goni. Kompas pun balek lagi mengatakan Pooling, ternyata tidak bangga menjadi orang Indonesia makin besar . 34 % malu menjadi bangsa Indonesia, 39,8 % kecewa dengan pemimpin, malu dengan situasi politik 64,2 %, yang celakanya indeks manusia Indonesia paling corot di Asia. Sehingga kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi hanya 22,2 %. Dan celakanya 88,8 % kecewa terhadap pemimpin bangsa ini alias kemimpinan SBY dan JK. Oleh karena itulah sekarang SBY sudah pandai menyanyi sebab sudah tak ada lagi yang dikerjakan.

Lalu apa yang menjadi berita utama? Harga minyak goreng Rp. 7.600,-/kg. Bahkan di Sumatera Rp.8.200,- sampai Rp. 8.600,-/kg. Idul Fitri dan Natal nanti akan terjadi inflasi besar-besaran. Maka marilah kita menyanyikan “Orde lama dibawah Sukarno, Orde Baru dibawah Suharto, Orde Reformasi dibawah SBY, Orde Hantu Blau pun rakyat makin miskin dan tak tertampung lagi oleh bumi Indonesia ini sehingga terjadilah lumpur Lapindo, Tsunami di Aceh dan gempa bumi di Halmahera. Sedikit lagi negara inipun menjadi kiamat”. Selamat Ulang Tahun tahun ke-62 dan selamat menjadi pemulung. Hidup pemimpin rakytnya melampin.....dan tinggal pidato-pidato kosong.***




No comments: