Thursday, 4 October 2007

Tabrani : Kebun Kelapasawit Icak-icak (K2I)

TABRANI RAB

Nasib Riau inilah. Sudah minyaknya disedot sehabis-habisnya tinggallah sisa kira-kira 10 tahun lagi.
Satu kali sayapun bicara pada pemerintah pusat “Tak ada di dunia ini do minyak yang sudah diserahkan kepada Caltex sejak tahun 1952 alias sudah 57 tahun oleh Menteri Anang dan Tahija sampai sekarang licin tandas Riau tak juga diambil alih pusat. Padahal seorang Indian seperti Evo Moralez yang kebetulan presiden Bolivia dan Chaves sang Presiden Venezuela dengan mudahnya mengambil alih minyak-minyak Amerika ini. Bukan dinasionalisasi begitu saja tapi diganti pipa-pipa borok ini. Ini tidak. Ketika saya sampai di DPR RI kelompok Sakai mengadu tanah mereka bukan saja tidak diganti rugi tapi dicemari oleh Chevron. Sekali lagi kita harus berpuas hati karena Pak Presiden dan presiden siapapun karena ingin hubungan baik dengan Amerika walaupun rakyatnya bergelantungan membawa ember minyak kosong beratus meter panjangnya.



Ketika Pak Presiden SBY berkunjung ke Burma nak menanyakan Aung San Su Ki dia tak berani kepada rezim milter, segan karena tak sesuai dengan budaya. Pada hari Kamis, (27/9) wartawan AFP Kenji Nagai terbaring dijalan setelah terkena peluru yang ditembakkan polisi dan anggota militer pada pengunjuk rasa di Yongan, Myanmar, seorang fotografer Jepang, tertembak saat tentara menggunakan senjatanya untuk membubarkan massa, Nagai kemudian tewas.

Dulu waktu saya menjadi Tim Suksesi SBY saya yakin SBY mampu mengadakan perubahan fundamentalis dari ekonomi Indonesia dengan tiga langkah besar yakni tunda pembayaran hutang luar negeri yang sudah lebih dari 50 persen dari APBN terhadap bunga dan intinya, ganti rugi seluruh perusahaan minyak Amerika dan restrukturisasi pembayaran pipa gas Natuna dan iradikasi korupsi, kalau perlu tembak. Ternyata langkah-langkah SBY lamban (kata orang Melayu ‘leak’). Kalau sampai Gubernur Riau dan Kaban juga terlibat ala illegal loging maka langkah yang diambil aneh tapi nyata, disatukan antara Kaban – Rusli Zainal dengan Jaksa Agung dan Kapolri yang harusnya mengentaskan kasus hukum ini. Kenapa? Karena musyawarah mufakat mengalahkan Undang-Undang Dasar 1945, pasal 27 ayat 1 ”Segala warga negara bersamaan kedudukannya didalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintah itu dengan tidak ada kecualinya”. Yang anehnya lagi Mahkamah Agung sebagai institusi tak mau diaudit oleh BPK. Maka dipanggillah Ketua Mahkamah Agung dan Ketua BPK bersalam-salaman satu dengan yang lain. Padahal yang satu institusi Mahkamah Agungnya, bukan Ketua Mahkamah Agungnya. Kan penyelesaian ala begini ala kulonuhun atau ala Melayu.

Nah, terjadilah untuk mengangkat perekonomian rakyat dengan dana 2,4 triliun ini antara lain dengan infrastruktur bukannya makin lama makin naik tapi makin lama makin berlubang. Bahkan menurut Kepala PUnya temukan jalan retak-retak, empat titik rawan longsor, 3 rawan macet. Ternyata ketika saya ke Dhubai tiba-tiba saja udara menjadi turbulen maka pemandu sebelah sayapun bilang “Ahhh kita sudah masuk Riau”. Begitu juga bus-bus dari Sumatera Utara, kalau sudah terperosok ke danau di Bagan Sinembah maka inilah tanda batas Riau-Sumatera Utara. Dan batas ini makin lama makin terperosok. Kalau dari Sumbar ketemu jalan bergelombang maka tak salah lagi kita sudah masuk Riau. Apalagi masuk dari Jambi, yang paling bagus kendaraannya traktor. Sekali mobil saya terbalik masuk jurang dari memberi ceramah kepada mahasiswa di Jambi. Lalu orangpun bertanya kenapa? Maka sayapun menjawab “Mengelak lubang”.

Pada hari Minggu ini saya akan memberi ceramah di Pucuk Rantau Kuansing. Maka sayapun mendapat telepon dari masyarakat Kuansing “Pak, kito ko lah lobiah 60 tahun merdeka, jalan ko belubang-lubang jo. 18 ribu hektar tanah kami dirampok dek Asiong melalui pucuk adat, ndak ado sejongkal do kami dopek do Pak. Yang dapek tu petinggi-petinggi di Toluk, ditambah tokoh dan penokoh masyarakat. Sadonyo diagiah Asiong nan di pasar bawah tu. Telepon lah Pak Asiong tu”. Ini untuk menggambarkan kalau sudah memimpin tak lagi amanah dengan K2I alias Kemiskinan-Kebodohan dan Infrastruktur sementara jalan ke Pucuk Rantau makin berlubang, sang Bupati hanya berani bilang didalam mesjid “Dengan darah saya akan saya perjuangkan tanah-tanah tuan-tuan yang diambil oleh koperasi”. Sehingga sejengkalpun mereka tak dapat tanah yang sudah dikasih kepada Asiong melalui tokoh masyarakat yang ternyata menokoh masyarakat. Apalah artinya begini. Dari Ketua Jikalahari yang saya undang ceramah di kampus saya ternyata orang Riau ini mempunyai tanah tinggal rata-rata seperempat hektar sementara di Jawa kalau setengah hektar sudah namanya petani gurem. Lalu sayapun angkat tangan sebaiknya di Riau disebut petani Geram (petani Gerakan Riau Aman atau Gerakan Riau Merdeka).

Kalau ditanya Kaban sang Menteri Kehutanan kenapalah tanah Sakai dirampok juga oleh Arara Abadi sehingga hidup mereka 100 tahun yang lalu lebih bagus dari sekarang. Maka Kabanpun menjawab karena Riau belum menyusun tata ruang. Padahal dalam tiap keputusan baik Gubernur, Menhut untuk memberikan HTI ataupun HPH maka pusat cukup mencantumkan “Bila terdapat daerah tumpang tindih maka hendaknya dimusyawarahkan dengan masyarakat setempat. Padahal yang dibawa berunding dengan masyarakat adalah oknum kalau tidak oknum tentara ya oknum polisi. Manalah bisa singa sang konglomerat dapat dibuat berunding dengan kambing sang rakyat. Tentu dicebau-cebau nya.

Nah, kalau Riau ini memang sudah diekploitasi oleh pusat sampai rakyatnya hidup hanya dari sampah dan limbah sementara tanah mereka dirampok oleh Akong yang dapat duit dari Bank Likuiditas Bank Indonesia alias BLBI yang menjadikan mereka konglomerat dan duit dibagi-bagi mulai dari jajaran pusat sampai jajaran daerah. Maka sayapun menyebut konglomerat ditambah dengan oknum aparat dan ditambah lagi dengan oknum birokrat inilah keparat-keparat yang menyebabkan rakyat Riau melarat. Kalau sudah tak ada lagi yang ditangan maka di di Riau inipun dikenal dengan amuk, tak tahu lagi siapa kawan dan siapa lawan, yang jelas merdeka untuk membunuh dan dibunuh. Ujung-ujungnya yaaa.... Riau Berdaulat saja sebagai bentuk penghalusan dari Riau Merdeka, semogalah ya Allah.... Timbul pula ide dari Pak Gubernur untuk membuat kebun K2I dari teori dan lapangan yang sangat berbeda. Apa akibatnya? Suhada Tasman terpelanting. Tak pula ketinggalan dari Kuansing sang Bupati menyatakan kebun K2I Kuansing gagal. Yang bagusnya K2I ini dikasih saja Asiong buat kontrak 30 tahun sesudah kelapa sawit ini tinggal akar tak bertulang maka baru diserahkan kepada rakyat. Maka K2I ini lebih tepat disebut Kebun Kelapasawit Icak-icak.......



No comments: