Saturday, 15 December 2007

Bupati Pelalawan Tersangka Kasus Gratifikasi

omisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Bupati Pelalawan Tengku Azmun Jaafar sebagai tersangka dalam kasus dugaan gratifikasi atau suap senilai Rp600 juta atas keluarnya sejumlah Izin Penebangan Kayu (IPK).Namun hingga kini orang nomor satu di Pelalawan tersebut belum ditahan. Kepala Hubungan Masyarakat KPK Johan Budi kepada Media Indonesia, Rabu, (22/8) mengatakan Azmun ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan Surat Tanda Penerimaaan Barang Bukti (STTB)/220/Dak.2/KPK/VI/2007 tangal 13

Agustus 2007. STPBB ini diterima oleh penyidik KPK Eko Puji Nugroho.

Menurut Johan, saat ini KPK telah menyita sejumlah barang bukti yang memperkuat penetapan Azmun sebagai tersangka. Barang bukti yang disita antara lain buku kas PT Persada Karya Sejati tahun 2006, 3 lembar form PT Persada Karya Sejati tanggal 26 Januari, 1 lembar kuitansi tertanggal 20 Januari 2006 dengan nilai Rp600 juta.

Kemudian 1 bundel kesekapatan antara CV Tuan Negeri dengan PT RAPP tertanggal 1 Juli 2003, 1 bundel kesepakatan CV Putri Lindung Bulan dengan RAPP, dan 1 bundel kesepakatan antara Koperasi Pangkalan Tuo Sakti dengan PT RAPP.

"IPK yang menjerat Azmun dikeluarkan pada priode 2004 sampai 2006. IPK yang dikeluarkannnya diduga tidak prosedural sehingga merugikan negara miliaran rupiah," kata Johan.

Azmun sendiri, kata Johan sudah beberapa kali diperiksa KPK sebagai saksi dalam kasus tersebut. Tim KPK juga telah turun ke Kabupaten Pelalawan untuk memeriksa sejumlah saksi perkara itu.

Selain itu, sejumlah saksi terkait yang telah diperiksa diantaranya seperti Ketua DPRD Pelalawan M Harris dan mantan Menteri Kehutanan Nurmahmudi Ismail serta rekanan yang diduga telah memberikan gratifikasi.

Ia menambahkan tidak menutup kemungkinan tersangka dalam kasus ini akan bertambah karena penyidikannya belum tuntas. "Dalam waktu dekat Azmun juga akan kembali diperiksa setelah ditetapkan sebagai tersangka," kata Johan



Read More..

Menerbitkan Izin Tanpa Dasar, Bupati Pelelawan Ditahan KPK

Bupati Pelelawan Riau diduga melakukan perbuatan melawan hukum dalam menerbitkan ijin usaha pemanfaatan hutan bagi 15 perusahaan di Riau. Ia juga diduga terafiliasi dengan dan menerima gratifikasi dari perusahaan itu.(KPK) menangkap pelaku pembalakan liar Bupati Pelelawan Riau Tengku Azmun Jaafar, Jum'at (14/12). Azmun telah ditetapkan sebagai tersangka pada 13 Agustus 2007 lalu. Kasus ini tidak semata dilihat dari sisi pembalakan liar, namun juga pemberantasan korupsi. Pasalnya, penerbitan Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu - Hutan Tanaman (IUP) yang dikeluarkan Azmun diduga merugikan negara sebesar Rp1,3 triliun.



Menurut Ketua KPK Bidang Penindakan Tumpak Hatorangan Panggabean, penyidik telah menemukan alat bukti yang cukup. Bersama ahli dari Dirjen Kehutanan Dephut penyidik berhasil menemukan kerugian negara. “Kerugian dihitung dari tegakan kayu yang diperoleh dari perusahaan yang telah melakukan illegal logging,” terang Tumpak saat konferensi pers di KPK, Jum'at (14/12).



Dari hasil penyidikan KPK itu, natara 2001 hingga 2006 Azmun diduga telah melakukan perbuatan melawan hukum dalam penerbitan IUP kepada 15 perusahaan di Riau. Tumpak menerangkan ada tiga perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Azmun.



Pertama, penerbitan ijin itu dilakukan pada lahan hutan alam yang memiliki potensi kayu dan bukan pada areal kosong, padang alang-alang atau semak belukar. “Seharusnya ia tidak boleh menerbitkan ijin di lahan tersebut,” ujar Tumpak.



Hal itu bertentangan dengan PP No. 34 Tahun 2002 tentang tata hutan dan rencana pengelolaan hutan. Pasal 30 PP No. 30/2004 itu menyebutkan usaha pemanfaatan hutan pada hutan tanaman, dilaksanakan pada lahan kosong, padang ilalang dan atau semak belukar dihutan produksi.



Dalam Keputusan Menteri Kehutanan No. 10.1/Kpts-II/2000 tentang pedoman pemberian IUP pada hutan produksi hal itu juga dilarang. Kepmenhut itu menentukan areal yang dapat diterbitkan IUP adalah lahan hutan yang telah menjadi lahan kosong atau terbuka dan vegetasi alang-alang dan/atau semak belukar. Begitupula untuk vegetasi hutan alam yang tidak terdapat pohon berdiameter di atas 10 cm tidak boleh diberikan IUP.



Lahirnya ijin itu juga tidak memenuhi persyaratan. Antara lain kelimabelas perusahaan itu tidak membayar iuran, tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak, peta area. Lagipula, perusahaan itu tidak memenuhi kualifikasi untuk mendapatkan ijin. Sebab tidak memenuhi kemampuan keuangan dan tidak memenuhi kemampuan teknis dalam rangka usaha hutan tanaman.



Apalagi Azmun terafiliasi dalam tujuh diantara 15 perusahaan itu. “Dia menempatkan ajudannya di perusahaan itu,” terang Tumpak. Umumnya perusahaan itu tidak punya kualifikasi untuk melakukan tanaman industri. Tapi tetap diberikan ijin. “Tujuannya tidak lain dan tidak bukan untuk mengambil kayu,” kata Tumpak.



Atas dugaan itu, Azmin diduga melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU No. 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20/2001 (UU Korupsi).



Selain itu, Azmin juga diduga menerima gratifikasi atau suap senilai Rp600 juta untuk menelurkan sejumlah ijin tersebut. Karena itu, Azmin juga diduga melanggar Pasal 5 ayat (2), pasal 11 dan atau Pasal 12 hurub b UU Korupsi. “Karena dilakukan berkali-kali dan berlanjut bisa dijunctokan dengan Pasal 64 dan 65 KUHP,” tambah Tumpak.



Terkait dengan rekanan yang terkait kasus Azmin, KPK masih mengembangkan penyelidikan untuk menarik tersangka lain. Sementara bagi perusahaan yang melakukan penebangan kayu, Tumpak berpendapat lebih tepat jika mereka dikenakan hukuman berdasarkan UU Kehutanan atau UU Lingkungan Hidup. “Faktanya mereka merusak lingkungan,” kata Tumpak. KPK, kata Tumpak, lebih fokus pada kasus yang melibatkan pejabat atau penyelenggara negara.



Read More..

Penangkapan Bupati Palalawan Bikin Geger

Sejumlah pejabat Kabupaten Pelalawan Riau dan keluarga Bupati Tengku Azmun Jafar panik. Hal itu terjadi menyusul kabar penahanan Bupati Pelalawan H Tengku Azmun Jafar oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Jumat (14/12).
“Saya belum tahu persis. Setahu saya, beliau pergi ke Yogyakarta untuk menghadiriundangan Wakil Presiden dalam acara pencadangan lahan dan penghijauan. Berita penahanan itu bikin geger dan mencemaskan kami, “ ujar Fahdi, Kepala Hubungan Masyarakat Kabupaten Pelalawan.

Menurut Fahdi, berita penangkapan itu diperoleh dari sejumlah staf yang ikut dalam perjalanan Bupati Azmun ke Yogyakarta. “Hingga kini, kami belum mendapat kepastian atas berita itu. Sementara itu, (kabar dari) rombongan yang menyertai perjalanan Pak Bupati juga simpang siur. Ada yang menyebut benar dan ada yang menyebut tidak. Ini yang kami risaukan, “ katanya.

Selain pejabat Pelalawan, sejumlah tokoh dan aktivis kemasyarakatan Kabupaten Pelalawan juga mengaku terkejut dan prihatin.“ Sore tadi, kami mendapat informasi tentang penahanan Pak Bupati. Kami sangat terkejut. Berita ini membuat heboh dan menggegerkan, “ kata H. Tamin, salah seorang pengurus Kerapatan Adat Pelalawan. "Sekarang, masalah itu menjadi pembicaraan luas di Pangkalan Kerinci, “ ujar Tengku Adriansyah, salah seorang aktivis di Pangkalan Kerinci, Ibu Kota Kabupaten Pelalawan.

Sementara itu, beberapa anggota keluarga Bupati Tengku Azmun yang dihubungi Tempo mengaku tak dapat memberi penjelasan. Di samping belum adanya kabar yang pasti, mereka juga mengaku belum dapat berkomunikasi langsung dengan Tengku Azmun. “Belum tahu. Setahu saya beliau ke Yogyakarta. Memang, sore tadi ada berita penahanan beliau. Kami mencemaskan itu, “ kata H. Tengku Thalib, salah seorang keluarga Tengku Azmun. “Penahanan itu belum jelas. Kami tak tahu, “ kata Ahmad, keponakan Tengku Azmun, yang juga wartawan salah satu media cetak di Riau.

Di tempat terpisah, kalangan aktivis lingkungan di Riau menyambut baik penangkapan Bupati Tengku Azmun Jafar. Penahanan dan penangkapan itu diharapkan menjadi langkah awal bagi pengusutan keterlibatan sejumlah kepala daerah terkait pembalakan liar (illegal logging). “Itu langkah maju dalam penanganan illegal logging di Riau. Penegakan hukum harus berlaku bagi siapa pun, “ kata Susanto Kurniawan, Koordinator Jaringan Kerja Penyelamatan Hutan Riau (Jikalahari).



Read More..

Usai Diperiksa KPK, Bupati Pelalawan Langsung Ditahan

akarta (ANTARA News) - Setelah menjalani pemeriksaan selama sekitar lima jam di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Bupati Pelalawan, Riau Tengku Azmun Jaafar, tersangka kasus suap dalam pemberian izin pemanfaatan kayu, pada Jumat langsung ditahan di Markas Besar Kepolisian Negara RI (Mabes Polri).Menurut juru bicara KPK, Johan Budi SP, tersangka yang didampingi penasehat hukumnya diperiksa penyidik mulai pukul 09.30 WIB, dan setelah selesai dimintai keterangan langsung ditahan di Mabes Polri.

Seusai menjalani pemeriksaan, tersangka dikawal ketat petugas dari KPK yang langsung membawa ke Mabes Polri menggunakan mobil Toyota Kijang warna hitam bernomor polisi (nopol) B-8593-WU.

Tersangka yang mengenakan jas warna gelap itu mulai dari pintu keluar KPK hingga masuk ke mobil tahanan tidak bersedia menjawab pertanyaan wartawan.

Tengku Azmun Jaafar berusaha menutupi wajahnya untuk menghindari sorotan kamera dan jepretan lampu kilat foto.

"Azmun ditetapkan sebagai tersangka sejak 13 Agustus lalu berdasarkan Surat Tanda Penerimaan Barang Bukti (STPBB) nomor 220/Dak.2/KPK/VI/2007," katanya.

Azmun dijadikan tersangka karena diduga terlibat gratifikasi atau suap senilai Rp600 juta untuk menerbitkan IPK.

Johan menjelaskan IPK yang dikeluarkan pada periode 2004 sampai 2006 tersebut diduga tidak sesuai prosedur, dan berpotensi merugikan negara hingga miliaran rupiah akibat pembalakan kayu.

Dalam penyidikan kasus itu, KPK juga telah meminta keterangan Gubernur Riau, Rusli Zainal, Ketua DPRD Pelalawan, M. Harris, serta mantan Menteri Kehutanan (Menhut),. Nurmahmudi Ismail, dan rekanan yang diduga telah memberikan gratifikasi



Read More..

Pergi Kunker, Bupati Jaafar Dibekuk KPK

Pamit pergi kunjungan kerja ke Yogyakarta kepada keluarganya, Bupati Pelalawan, Riau, Tengku Azmun Jaafar, Jumat (14/12), dipastikan lama tidak balik pulang. Bawahan dan keluarga panik. Sebab, Azmun ditangkap dan ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas tuduhan korupsi terkait penerbitan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu-Hutan Tanaman di Kabupaten Pelalawan pada 2001-2006.Setelah menjalani pemeriksaan selama sekitar lima jam di KPK, Bupati Pelalawan H Tengku Azmun Jaafar langsung ditahan di Mabes Polri. Menurut juru bicara KPK Johan Budi SP, tersangka yang didampingi penasihat hukumnya diperiksa penyidik mulai pukul 09.30 WIB dan setelah selesai dimintai keterangan langsung ditahan di Mabes Polri.
Seusai menjalani pemeriksaan, tersangka dikawal ketat petugas dari KPK yang langsung membawa ke Mabes Polri menggunakan mobil Toyota Kijang warna hitam bernomor polisi (nopol) B-8593-WU. Tersangka yang mengenakan jas warna gelap itu mulai dari pintu keluar KPK hingga masuk ke mobil tahanan tidak bersedia menjawab pertanyaan wartawan.
Tengku Azmun Jaafar berusaha menutupi wajahnya untuk menghindari sorotan kamera dan jepretan lampu kilat foto. “Azmun ditetapkan sebagai tersangka sejak 13 Agustus lalu berdasarkan Surat Tanda Penerimaan Barang Bukti (STPBB) nomor 220/Dak.2/KPK/VI/2007,” katanya.
Berdasarkan hasil penyidikan KPK, Azuman mengeluarkan penerbitan kepada 15 perusahan. Dari jumlah itu, “Sebanyak 7 dari 15 perusahaan tersebut terafiliasi dengan yang bersangkutan,” kata Wakil Ketua KPK Tumpak Hatorangan Panggabean, kepada wartawan, di kantornya, kemarin. Berkait kasus ini, KPK juga menemukan adanya aliran dana kepada Azuman senilai lebih Rp 1 miliar.
KPK menilai perbuatan Azuman merupakan perbuatan korupsi karena penerbitan izin tersebut memberikan keuntungan kepada dirinya. Tidak hanya itu, penerbitan izin yang seharusnya diperuntukkan pada lahan kosong, nyatanya izin tersebut dilakukan pada lahan hutan alam yang memilliki potensi kayu di atas lima meter kubik per hektar. Jadi, bukan pada areal kosong. Temuan lain, ke-15 perusahaan tersebut, lanjut Tumpak, “Tak memiliki kualifikasi untuk melakukan kegiatan pemanfaatan kayu.”
Akibat perbuatan Bupati Pelalawan itu, KPK menaksir kerugian negara mencapai Rp 1,3 triliun. Taksiran itu berdasarkan tegakan kayu di tempat perusahaan itu memiliki izin.
Tumpak menyebut, Azuman dijerat pasal berlapis, yakni pasal 2 ayat 1 dan atau pasal 3, dan atau pasal 5 ayat 2, dan atau pasal 11, dan atau pasal 12 huruf b, Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001, jo pasal 65 KUHPidana
Selain menahan Azuman, tim penyidik KPK juga sudah melakukan penyitaan barang bukti dalam sebulan terakhir di Riau. Menurut sumber di KPK, barang bukti yang disita dan memperkuat penetapan Azmun sebagai tersangka, antara lain buku kas PT Persada Karya Sejati Tahun 2006, tiga lembar form PT Persada Karya Sejati tanggal 26 Januari, satu lembar kuitansi tertanggal 20 Januari 2006 dengan nilai Rp 600 juta.
Juga, satu bundel kesekapatan antara CV Tuan Negeri dengan PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) tertanggal 1 Juli 2003, satu bundel kesepakatan CV Putri Lindung Bulan dengan RAPP, dan satu bundel kesepakatan antara Koperasi Pangkalan Tuo Sakti dengan PT RAPP.
Untuk mengungkap lebih jauh tentang kasus ini, “KPK juga akan melakukan pengembangan kasus terhadap rekanan,” kata Tumpak.

Staf-Keluarga Panik
Sejumlah pejabat Kabupaten Pelalawan Riau dan keluarga Bupati Tengku Azmun Jaafar panik, menyusul kabar penahanan Bupati Pelalawan H Tengku Azmun Jaafar oleh KPK. “Saya belum tahu persis. Setahu saya, beliau pergi ke Yogyakarta untuk menghadiri undangan Wakil Presiden dalam acara pencadangan lahan dan penghijauan. Berita penahanan itu bikin geger dan mencemaskan kami, “ ujar Fahdi, Kahumas Kabupaten Pelalawan.
Menurut Fahdi, berita penangkapan itu diperoleh dari sejumlah staf yang ikut dalam perjalanan Bupati Azmun ke Yogyakarta. “Hingga kini, kami belum mendapat kepastian atas berita itu. Sementara itu, (kabar dari) rombongan yang menyertai perjalanan Pak Bupati juga simpang siur. Ada yang menyebut benar dan ada yang menyebut tidak. Ini yang kami risaukan, “ katanya.
Selain pejabat Pelalawan, sejumlah tokoh dan aktivis kemasyarakatan Kabupaten Pelalawan juga mengaku terkejut dan prihatin. “Sore tadi, kami mendapat informasi tentang penahanan Pak Bupati. Kami sangat terkejut. Berita ini membuat heboh dan menggegerkan, “ kata H Tamin, salah seorang pengurus Kerapatan Adat Pelalawan. “Sekarang, masalah itu menjadi pembicaraan luas di Pangkalan Kerinci,” ujar Tengku Adriansyah, salah seorang aktivis di Pangkalan Kerinci, Ibu Kota Kabupaten Pelalawan.
Sementara itu, beberapa anggota keluarga Bupati Tengku Azmun yang dihubungi mengaku tak dapat memberi penjelasan. Di samping belum adanya kabar yang pasti, mereka juga mengaku belum dapat berkomunikasi langsung dengan Tengku Azmun.
“Belum tahu. Setahu saya beliau ke Yogyakarta. Memang, sore tadi ada berita penahanan beliau. Kami mencemaskan itu, “ kata H. Tengku Thalib, salah seorang keluarga Tengku Azmun. “Penahanan itu belum jelas. Kami tak tahu, “ kata Ahmad, keponakan Tengku Azmun, yang juga wartawan salah satu media cetak di Riau.
Di tempat terpisah, kalangan aktivis lingkungan di Riau menyambut baik penangkapan Bupati Tengku Azmun Jaafar. Penahanan dan penangkapan itu diharapkan menjadi langkah awal bagi pengusutan keterlibatan sejumlah kepala daerah terkait pembalakan liar (illegal logging). “Itu langkah maju dalam penanganan illegal logging di Riau. Penegakan hukum harus berlaku bagi siapa pun, “ kata Susanto Kurniawan, Koordinator Jaringan Kerja Penyelamatan Hutan Riau (Jikalahari



Read More..

KPK Tangkap Bupati Pelalawan

upati Pelalawan Riau, Tengku Azmun Jafar, Jum'at (14/12), resmi ditangkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Tindakan itu diambil karena Azmun diduga melakukan tindakan korupsi terkait dengan penerbitan Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu -Hutan Tanaman di Kabupaten Pelalawan, pada 2001-2006.Berdasarkan hasil penyidikan KPK, Azuman mengeluarkan penerbitan kepada 15 perusahan. Dari jumlah itu, "Sebanyak 7 dari 15 perusahaan tersebut terafiliasi dengan yang bersangkutan," kata Wakil Ketua KPK Tumpak Hatorangan Panggabean, kepada wartawan, di kantornya, Jum'at. Berkait kasus ini, KPK juga menemukan adanya aliran dana kepada Azuman senilai lebih Rp 1 miliar.

KPK menilai perbuatan Azuman merupakan perbuatan korupsi karena penerbitan ijin tersebut memberikan keuntungan kepada dirinya. Tidak hanya itu, penerbitan ijin yang seharusnya diperuntukkan pada lahan kosong, nyatanya ijin tersebut dilakukan pada lahan hutan alam yang memilliki potensi kayu di atas lima meter kubik per hektar. Jadi, bukan pada areal kosong. Temuan lain, ke-15 perusahaan tersebut, lanjut Tumpak, "Tak memiliki kualifikasi untuk melakukan kegiatan pemanfaatan kayu."

Akibat perbuatan Bupati Pelalawan itu, KPK menaksir kerugian negara mencapai Rp 1,3 triliun. Taksiran itu berdasarkan tegakan kayu di tempat perusahaan itu memiliki ijin.

Tumpak menyebut, Azuman dijerat pasal berlapis, yakni pasal 2 ayat 1 dan atau pasal 3, dan atau pasal 5 ayat 2, dan atau pasal 11, dan atau pasal 12 huruf b, Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor
20 Tahun 2001, jo pasal 65 KUHPidana

Selain menahan Azuman, tim penyidik KPK juga sudah melakukan penyitaan barang bukti dalam sebulan terakhir di Riau. Menurut sumber Tempo di KPK, barang bukti yang disita dan memperkuat penetapan Azmun sebagai tersangka, antara lain, buku kas PT Persada Karya Sejati Tahun 2006, tiga lembar form PT Persada Karya Sejati tanggal 26 Januari, satu lembar kuitansi tertanggal 20 Januari 2006 dengan nilai Rp 600 juta.

Juga, satu bundel kesekapatan antara CV Tuan Negeri dengan PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) tertanggal 1 Juli 2003, satu bundel kesepakatan CV Putri Lindung Bulan dengan RAPP, dan satu bundel kesepakatan antara Koperasi Pangkalan Tuo Sakti dengan PT RAPP.

Untuk mengungkap lebih jauh tentang kasus ini, "KPK juga akan melakukan pengembangan kasus terhadap rekanan," kata Tumpak.



Read More..

Saksi Kasus Bupati Pelalawan, Bupati Kampar Diperiksa KPK

Bupati Kampar Burhanuddin Husin akhirnya memenuni panggilan KPK. Ia diperiksa sebagai saksi dalam kasus gratifikasi dengan tersangka Bupati Pelalawan Tengku Azmun Jaafar.

Riauterkini-JAKARTA-Setelah memeriksa Gubernur Riau Rusli Zainal, giliran Bupati Kampar Burhanuddin Husein diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Rabu (15/11) siang hingga petang kemarin. Burhanuddin diperiksa kapasitasnya sebagai saksi atas dugaan penyalagunaan Izin Pemanfaatan Kayu (IPK) dan gratifikasi di Kabupaten Pelalawan.

“Ya benar Bupati Kampar dimintai keterangan terkait kasus Pelalawan, Rabu (15/11) kemarin,” kata Johan Bdui SP, Juru Bicara KPK di Jakarta Kamis (16/11).

Johan mengatakan, pemeriksaan terhadap Burhanuddin oleh KPK baru untuk pertama kalinya. Burhanuddin diperiksa oleh penyidik KPK bernama Kompol Sri Ningsih. “Saya tidak bisa memberi keterangan lebih banyak, karena masih dalam tahap penyelidikan,” katanya.

Sebagaimana Gubri, pemeriksaan terhadap mantan Kadis Perkebunan dan Kehutanan Provinsi Riau Burhanuddin Husein ini, kapasitasnya hanya sebagai. Dalam kasus ini, KPK juga telah memeriksa Ketua DPRD Pelalawan M. Harris dan mantan Menteri Kehutanan Nurmahmudi Ismail.

"Bupati Kampar hanya diperiksa sebagai saksi. Tersangka dalam kasus ini baru satu, yaitu Bupati Pelalawan. Belum ada tersangka tambahan," jelasnya.

Seperti diketahui, KPK telah menetapkan Bupati Pelalawan Tengku Azmun Ja`afar ditetapkan sebagai tersangka setelah penyidik KPK menemukan sejumlah bukti yang telah disita. Yakni antara lain kwintasi dari PT Persada Karya Sejati tahun 2006, 3 lembar form PT Persada Karya Sejati tanggal 26 Januari, 1 lembar kwitansi tertanggal 20 Januari 2006 dengan total nilai Rp 600 juta. Lalu, satu bundel kesekapatan antara CV Tuan Negeri dengan PR RAPP tertanggal 1 Juli 2003, 1 bundel kesepakatan CV Putri Lindung Bulan dengan RAPP, dan 1 bundel kesepakatan antara Koperasi Pangkalan Tuo Sakti dengan PT RAPP.



Read More..

Izin Presiden Tak Turun, Polisi Periksa 5 Bupati

Kasus Illegal Logging Riau

JAKARTA - Lima bupati di lingkungan Provinsi Riau dipastikan akan bergiliran berurusan dengan polisi. Mabes Polri melanjutkan pemeriksaan terhadap mereka karena tak ada lagi hambatan untuk meminta keterangan pejabat daerah tersebut, meski izin presiden belum turun. Sesuai dengan peraturan, pemeriksaan jalan terus apabila dalam 60 hari izin dari presiden tidak juga turun. Batas 60 hari itu jatuh pada 28 November. ”Kini kami akan meneruskan pemeriksaan,” kata Kabareskrim Komjen Pol Bambang Hendarso Danuri di Tanjung Priok, Jakarta Utara, kemarin (1/12).
Menurut dia, penyelesaian kasus illegal logging tetap menjadi prioritas tanpa pandang bulu. Dia membantah adanya perintah Kapolri untuk menghentikan sementara pengusutan kasus illegal logging di Riau.
Lima bupati yang akan dimintai keterangan itu adalah Tengku Azmun Djaafar (bupati Pelalawan), HR Thamsir Rachman (bupati Indragiri Hulu), Burhanuddin Husin (bupati Kampar), Indra Muchlis Adnan (bupati Indragiri Hilir), dan Annas Makmun (bupati Rokan Hilir). Mereka berstatus sebagai saksi.
Mereka terserempet kasus illegal logging terkait dengan pengeluaran izin pengolahan kayu di atas 2002 yang sebenarnya merupakan wewenang menteri kehutanan. Izin-izin itulah yang akhirnya disalahgunakan 21 perusahaan di Riau. Puluhan tersangka sudah ditetapkan dan kini kasusnya berada di kejaksaan. Sebagian sedang diadili.
”Bisa di mana saja,” kata Kabareskrim saat ditanya apakah mereka diperiksa di Polda Riau atau Mabes Polri. Seorang polisi menyatakan bahwa kasus itu akan ditarik ke Jakarta. Tujuannya, agar pengawasan kasus dan koordinasi antarpenegak hukum bisa maksimal. Polisi tidak ingin kasus Adelin Lis terulang.
Kapolda Riau Brigjen Sutjiptadi belum bisa dimintai komentar. Kemarin sore orang nomor satu di Polda Riau itu menghadap Kapolri Jenderal Pol Sutanto di kediamannya Jl Pattimura, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.



Read More..

Pembalakan Liar; KPK Periksa Gubernur Riau

Markas Besar Polri menunggu izin Presiden untuk memeriksa lima bupati.
Komisi Pemberantasan Korupsi memeriksa Gubernur Riau H M. Rusli Zainal kemarin. Ia dimintai keterangan sebagai saksi, kata Johan Budi S.P., juru bicara KPK. Rusli dijadikan saksi terkait dengan kasus dugaan gratifikasi dalam penerbitan izin pemanfaatan kayu (IPK) oleh Bupati Pelelawan Tengku Azmun Jafar.
Mengenakan batik kuning kecokelatan, Rusli masuk gedung KPK di Kuningan, Jakarta Selatan, pukul 10.00 WIB. Dia dimintai keterangan hingga pukul 15.00. Kami menanyai proses penerbitan IPK oleh Bupati, ujar Johan. Menurut dia, sejauh ini belum ada kesimpulan akhir tentang keterlibatan Rusli.

Ditemui seusai pemeriksaan, Rusli tak bersedia berkomentar. Dia buru-buru menuju mobil Nissan X-Trail warna perak yang menjemputnya di depan gedung KPK. Telepon selulernya juga tak diangkat ketika dikontak Tempo.

Adapun Bupati Pelalawan, Riau, Azmun Jafar, telah ditetapkan sebagai tersangka sejak Juli lalu. Hal itu ditegaskan Wakil Ketua KPK Tumpak H. Panggabean setelah bertemu dengan jajaran Kepolisian Daerah Riau dan kejaksaan tinggi setempat di Pekanbaru, Riau, pada 30 Agustus lalu.

Menurut Tumpak, Azmun diduga menerima suap senilai Rp 600 juta dari perusahaan kayu untuk meloloskan izin pengelolaan hutan. Kuitansi bukti penerimaan uang tersebut kini disita KPK, katanya.

Selain itu, KPK telah memeriksa beberapa saksi, di antaranya seorang pemimpin Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Pelalawan dan pemimpin perusahaan yang diduga menyuap Azmun.

Berkali-kali dihubungi Tempo, Azmun menolak berkomentar atas tuduhan keterlibatannya itu.

Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Riau Johni Setiawan Mundung hakulyakin atas keterlibatan Azmun. Pengusutan Bupati Pelalawan ini, menurut Johni, adalah langkah maju. Selama ini yang jadi tersangka cuma karyawan atau sopir, ujarnya.

Walhi juga meminta Presiden Susilo Bambang Yudhoyono segera menerbitkan izin pemeriksaan lima bupati yang juga diduga terlibat kasus pembalakan liar di Riau.

Menurut Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Markas Besar Kepolisian RI Inspektur Jenderal Sisno Adiwinoto, kepolisian sudah mengirimkan surat permohonan izin itu sejak 20 September lalu. Tapi belum ada jawaban, kata Sisno kemarin.

Sisno mengatakan polisi akan menunggu hingga tenggat 60 hari habis. Setelah itu, polisi dapat langsung melakukan pemeriksaan. Sesuai undang-undang, jika belum turun hingga 60 hari sejak dikirimkan, dianggap izin tersebut diberikan. Sumber: Koran Tempo, 14 November 2007




Read More..