Thursday, 4 October 2007

Tabrani : Menjual Tanah Air

TABRANI RAB
Bagaimana sejarah Singapura? Mula-mula Singapura itu milik Sultan Johor. Akan tetapi menurut syarat-syarat dalam perjanjian yang ditandatangani dengan Sultan dan Temenggong, Kompeni India Timor bersetuju membayar kepada mereka uang masing-masing sebanyak $ 5,000 dan sebanyak $ 3,000 setiap tahun karena hak untuk memiliki koloni perdagangan di pulau tersebut.Selanjutnya sebagai balasannya Sultan Johor dibayar $ 33,200 dan pensiun sebesar $ 1,300 setiap bulan untuk seumur hidupnya,

sedangkan Temenggong menerima uang sebesar $ 26,800 dan pensiun sebesar $ 700 sebulan untuk seumur hidupnya (Sejarah Menanjong Tanah Melayu, N.J. Ryan). Maka Lee Kuan Yewpun menggali sejarah Singapura mulai dari Raffles bukan dari raja-raja Melayu. Ketika Ganyang Malaysia tahun 1963 maka Singapura dan Brunai bergabung dengan Malaya memerangi Indonesia. Akan tetapi ketika terjadi kerusuhan antara Cina dan ras Melayu maka Tungku Abdurrahman melepaskan Singapura supaya Melayu menjadi mayoritas di Malaysia.

Satu kali saya diundang oleh Habibie untuk ikut acara Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesian atau ICMI. Dihadapan saya Habibiepun membentangkan teori balonnya. Kalau Singapura itu besar tentu Batam akan menjadi besar juga. Waktu itu Habibie menjadi Wakil Presiden RI. Lalu diusulkan oleh Habibie agar rumah sakit di Batam diberi nama istrinya, padahal bininya masih hidup. Sesudah ceramah ini maka saya menunjuk tangan, waktu itu yang memimpin rapat Adi Sasono ‘’Pak Habibie, saya mohon maaf cucu saya lebih pandai dari Pak Habibie mengenai teori ekonomi. Maka sejak itu nama saya dicoret dari ICMI dan tak pernah lagi diundang sekalipun ketuanya telah bertukar dari Dadang kepada Prof. DR. Ir. T. Dahril, MSc.

Sekali saya menginap di Pan Pacific Hotel Singapura. Belum ada lagi Marina Mandarin Hotel. Orang Singapura inipun heran melihat saya bernyanyi Indonesia air air ku. Begitu pula sesudah saya sampai di Karimun saya balik bernyanyi Indonesia air air ku. Untuk dapat tahu cara penjualan pasir sayapun bergabung dengan Setiawan Djodi. Kantor pusat penjualan ini letaknya di Robinson Street konon kantor ini pula yang membayar Abi Besok dan Ali Jambi mempunah-ranahkan hutan Riau. Apa yang terjadi 20 tahun kemudian? Masyaallah yang terjadi kemudian cobalah anda lihat dari tahun ke tahun 1966-2005 : diekspor ke Singapura untuk reklamasi 1,88 miliar m3. 1966-2005 : wilayah Singapura bertambah mencapai 117,5 km2. Data statistik Singapura 2006, pada 1966 total luas daratan negara tetangga tersebut 581,5 km2 kemudian pada 1995 telah meluas menjadi 647,5 km2 dan pada 2005 bertambah menjadi 699 km2 atau selama 40 tahun meningkat seluas 117,5 km2. sementara itu jumlah pasir yang digunakan untuk reklamasi wilayah Singapura pada 1970 baru 78,40 juta m3, namun tahun 1995 meningkat menjadi 1,05 miliar m3 dan tahun 2005 naik menjadi 1,88 miliar m2 (Riau Pos, 14/3). Apa lagi kata Riau Pos? Pulau Nipah terletak di antara Selat Philip dan selat utama (main strait), yang berbatasan langsung dengan Singapura. Secara administratif termasuk wilayah Desa Pemping, Kecamatan Belakangpadang, Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau. Nama lain Pulau Nipah adalah Pulau Nipa (Peta dishidros TNI-AL), oleh penduduk setempat disebut Pulau Angup. Di Pulau Nipah ini terdapat titik referensi dan titik dasar yang dipergunakan dalam penarikan batas Indonesia-Singapura yang ternyata telah disepakati dalam perjanjian perbatasan kedua negara pada tanggal 25 Mei 1973. Namun disinyalir, titik referensi dan titik dasar ini telah hilang. Isu hilangnya titik-titik tersebut telah menimbulkan kekhawatiran akan berubahnya posisi median line antara Indonesia dengan Singapura, apalagi jika dikaitkan dengan reklamasi di Singapura yang telah dan akan menambah luas daratan Singapura dan perubahan atas majunya garis pantai di Singapura. Masih menurut Riau Pos (14/3) Berdasar data Kementrian Kelautan, akibat impor pasir laut, terjadi penambahan wilayah Singapura sekitar 20 persen pada 2001. luas daratan negara berpenduduk 4 juta jiwa itu bertambah dari 633 menjadi 760 kilometer persegi. Bahkan tujuh pulau kecil di Singapura yang dulu terpisah sudah tersambung menjadi satu daratan. Marina Bay City dan Suntec City ini dulu lautan semua, lanjut Basir yang ayah ibunya campuran Kendal (Jawa Tengah-Singapura) tersebut.

Bagaimana ketika Kepri berpisah dengan Riau Daratan? Maka sayapun menulis pasti Lee Kuan Yew di belakangnya. Sebab ketika saya di Singapura dan ketemu dengan Huzrin Hood di Hilton Hotel sedang bersama pedagang pasir Singapura. Masih juga pemerintah Singapura menyatakan yang salah bukan Singapura sebab dia telah membuka tender pada perusahaan Belanda, dimana perusahaan Belanda mengeruk itu urusan perusahaan Belanda. Ketika seorang pengimpor pasir meminta pendapat saya, langsung saya menyatakan Singapura mengimpor pasir illegal sama dengan penjarah kayu illegal, tokenya itu ke itu juga dan dibelakangnya pemerintah Singapura. Walaupun Menteri kita berteriak-teriak mulai dari Menlu, Hassan Wirajuda ‘’Pelarangan ekspor pasir murni karena kepedulian kita terhadap kelestarian lingkungan. Pelarangan tersbeut layak dilakukan negara yang berdaulat. Tapi sejauh ini pemerintah belum akan melarang ekspor granit.’’ KSAL, Laks. Slamet Soebijanto, ‘’Pokoknya semuanya yang keluar dari situ akan saya tangkap. Kalau memang tetap diizinkan ekspor granit itu, mestinya diambil dari luar, jangan dari Riau, ambillah dari Sulawesi atau mana saja, kalau Riau harus dihentikan.’’ Ketua Lemhanas, Muladi ‘’Sudah menjadi rahasia umum, tidak mungkin ada kejadian tanpa ada oknum aparat yang bermain, kalau terbukti secara yuridis terlibat, pecat saja.’’ Ketua DPRD Karimun, Adnan Daud, ‘’Guna mengatasi permasalahan itu, baik pengangguran maupun masalah sosial, ekonomi, mau tak mau pemerintah pusat harus secepat mungkin mengeluarkan Undang-Undang Special Economic Zone.’’

Sudahlah tanah di darat dilantak oleh pusat menjadi HTI, HGU, HPH entah H setan yang jelas Sakai terjepit, segala hutan diraup oleh Arara Abadi sebagai bagian perusahaan Indah Kiat dan RAPP. Lautpun mau dijual, sungai Kamparpun mau dijual dengan 10 sen per tong sebagai negosiasi dari Singapura untuk menakut-nakuti Melayu di Malaysia. Apalagi yang tersisa untuk Riau ini kalau tidak sampah dan limbah. Kalau diteruskan juga penjualan Kepri ini lebih baiklah Riau ini merdeka sebab otak pemimpinnya tak ada do kecuali bejual. TKW jual lendir di Batam, macam Riau ini tak ada tuan, tak salah do kalau saya bilang Riau Merdeka sebuah harga mati. Tinggal lagi bagaimana merealisirnya. Inilah yang saya sampaikan pada hari ulang tahun Riau Merdeka pada 15 Maret 2007 yang disahkan oleh mayoritas delegasi Kongres Rakyat Riau II yang dihadiri 666 utusan se Riau. Salahkah saya? Asal tuan-tuan tahu saja hanya Traktat London, 1824 yang memisahkan Riau dengan Malaysia, siapa takut. Maka sayapun berteriak We are beginning to think we are writing the new chapter of history to demand our right, take our duties and defend our identity and our traditions dan Akan Berpisah Jua Akhirnya Kita Jakarta (Sajak Ediruslan Pe Amanriza) ‘’Akan berpisah jua akhirnya kita Jakarta, Akan berpisah jua akhirnya kita Jakarta, Karena sejak hari ini kami tak lagi percaya pada janji janjimu yang penuh dusta, Dan kami tuntut hasil kandungan perut bunda tanah induk rakyat kami yang kau tambang, Dalam rentang waktu sejarah yang panjang agar kau kembalikan bahagian yang menjadi hak rakyat kami, Akan berpisah jua akhirnya kita Jakarta, Bila kau tak bertimbang rasa atas ribuan jenis kayu yang ranap kau tebang, Dari hutan belantara kami yang rindang, Dan meninggalkan lingkungan yang lintang pukang, Akan berpisah jua akhirnya kita Jakarta, Sebab puluhan juta hektar tanah peladangan, kebun karet, rimba sialang, tanah ulayat dan pandam perkuburan yang kau petakan dari Bina Graha akan kami rampas kembali oleh suku Sakai, Kami yang tak kuat menyimpan dendam dan hamparan permadani kebun sawit yang hijau terbentang yang kalian tanam di tanah rampasan, Akan kami bakar dengan api dendam yang marah oleh penindasan, Akan berpisah jua akhirnya kita Jakarta, Tatkala semangat Hang Jebat di jiwa kami membara.’’***



No comments: